Thursday, September 18, 2008

Bagaimana Perkembangan Pasar Modal Dunia akan Kerugian dan runtuhnya Perusahaan Besar Lehman Brothers memberikan dampak pada Pasar Modal Dunia.

Dengan runtuhnya perusahaan besar Lehman Brother memberikan suatu dampak bagi Pasar Modal Dunia. Menurut Sumber data dari New York, pada hari Senin 15 September 2008 - Wall Street kembali dilanda ”badai” keuangan. Setelah dihantam kredit perumahan berisiko tinggi (subprime mortgage), perusahaan sekuritas terbesar keempat di AS, Lehman Brothers, tidak dapat memikul kerugian besar akibat subprime mortgage dan menderita kebangkrutan. Krisis subprime mortgage AS kembali menelan korban. Setelah Bear Stearns, Northern Rock, Fannie Mae, dan Freddie Mac, kini giliran Lehman Brothers yang terpaksa meminta perlindungan kebangkrutan menurut Pasal 11 (Chapter 11), yang diajukan pada Senin (15/9). Bagaimana hal ini terjadi keadaan yang dihadapi Lehman Brothers saat ini agak berbeda dari enam bulan lalu saat Bear Stearns kolaps. Pada kasus Lehman sekarang ini, pasar finansial telah bersiap menghadapi masa krisis yang lebih panjang dan persiapan yang lebih matang pula. Ini menjadi suatu tanda Tanya besar mengapa Lehman Brother sebagai perusahaan termuka bias terpuruk dan mempengatuhi pasar modal dunia.
Bank investasi juga telah diizinkan mendapatkan pinjaman darurat langsung dari The Fed. Bank sentral memberikan akses yang sama ke perusahaan sekuritas seperti akses yang diterima oleh perbankan. Dukungan khusus seperti itu tidak didapatkan pada Maret lalu ketika Bear Stearns terlilit kesulitan.
Saat ini, para bankir dan pejabat pemerintah juga berusaha keras mengatasi masalah itu menjadi agenda yang lebih luas, termasuk masalah pada American International Group (AIG) dan Washington Mutual (WaMu), demikian dijelaskan oleh beberapa pejabat yang terlibat dalam pembicaraan tersebut. Bagi banyak orang, Lehman Brothers merupakan bank yang tidak layak mati. Bank itu tidak memiliki masalah likuiditas seperti yang dihadapi oleh Bear Stearns; tidak juga memiliki banyak tagihan utang seperti Fannie Mae; atau ketidakpastian hukum dan politik seperti yang dialami Northern Rock. Lehman memiliki sejarah 150 tahun sebelum terjadi Perang Saudara. Agustus 2007, Lehman menutup pemberi pinjaman subprime-nya, BNC Mortgage. Tahun 2008, Lehman terus mengalami kerugian karena surat utang berisiko tinggi yang sudah merebak pada tahun 2007. Lehman Brothers mengumumkan angka kerugian terbesar dalam sejarah, dan para investor tetap tidak yakin akan kemampuan bank itu untuk memperkuat permodalannya. Lehman Brothers mengatakan, lembaga itu merugi sebesar $3,9 miliar antara Juni dan Agustus, dan ini mengantar kerugiannya mencapai $6,6 milyar tahun ini. Kebangkrutan Lehman Brothers berdampak langsung kepada pasar finansial dalam jangka pendek," ujar Kepala Ekonom Danareksa Research Institute (DRI) Purbaya Yudhi Sadewa di Jakarta. Di pasar Asia lainnya,bursa saham Taiwan ditutup melemah 4,09 persen,Filipina 4,2 persen, dan Singapura 3,27 persen. Beberapa bursa seperti Tokyo, Hong Kong, Shanghai,dan Seoul tidak melakukan aktivitas perdagangan lantaran libur. Sementara itu, bursa saham Eropa melemah hingga 5 persen pada perdagangan siang hari.Kebangkrutan Lehman Brothers memberikan sentimen negatif terhadap harga saham perbankan di Eropa. Di London, harga saham grup perbankan HBOS jatuh hingga 20,2 persen, sedangkanBarclaysmelemah 10,8 persen. Di Jerman,Commerzbank anjlok 11,7 persen dan Deutsche Bank jatuh 8,24 persen. "Kebangkrutan Lehman Brothers telah memengaruhi pasar keuangan global. Investor khawatir karena sebelumnya bank ini diperkirakan terlalu besar untuk jatuh," ujar ekonom Global Insight Howard Archer. Pasar saham AS dibuka melemah tajam, pagi waktu setempat, sebagai respons atas kebangkrutan Lehman Brothers.Dow Jones Industrial Average (DJIA) tumbang 2,53 persen beberapa saat setelah pembukaan pasar. BankinvestasiraksasaLehman Brothers telah menjadi korban berikutnya dari krisis kredit macet di AS.Kejadian ini mengejutkan lantaran belum lama ini Pemerintah AS terpaksa mengambil alih raksasa pembiayaan perumahan Fannie Mae dan Freddie Mac untuk memperbaiki sistem finansial perumahan di negeri itu. Kini,giliran bank investasi Lehman Brothers yang menjadi korban. Dalam penjelasannya, bank yang sudah berusia 158 tahun itu mengajukan kebangkrutan demi melindungi aset dan memaksimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham.Kebangkrutan ini adalah yang terbesar dalam sejarah AS Lehman mencatat kerugian sekitar USD3,9 miliar pada triwulan III/2008 menyusul beberapa kejadian penghapusan buku pada aset kredit perumahan yang dipegang perusahaan itu. Aset piutang berbasis kredit tersebut terpaksa dihapuskan dari laporan keuangan karena gagal ditagih akibat memburuknya kredit macet. Bank investasi terbesar keempat AS ini menyampaikan formulir kebangkrutan kepada United States Bankruptcy Court for the Southern District of New York pada Senin (15/9) waktu setempat. Lehman Brothers gagal mendapatkan pembeli sebagai investor baru.Keputusan ini sekaligus menjadi akhir dramatis dari pertemuan tiga hari berturut-turut yang digelar para bankir, Bank Sentral AS, dan Departemen Keuangan AS. Langkah Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) menyelamatkan American International Group (AIG) belum cukup untuk mengembalikan kepercayaan pasar. Bursa saham global masih limbung, meski The Fed telah menyuntikkan dana hingga USD85 miliar (Rp800 triliun) kepada AIG. Bursa di Amerika Serikat (AS) turun tajam pada sesi awal pembukaan Rabu (17/9) waktu setempat, atau tadi malam WIB.
Pada 10 menit pertama perdagangan,Dow Jones Industrial Average merosot 155,92 poin (1,41 persen) menjadi 10.903,10 dan Nasdaq kehilangan 36,30 poin (1,64 persen) menjadi 2.171,60. Pelaku pasar memperkirakan langkah penyelamatan AIG hanya berdampak sementara. Patrick O'Hare di Briefing.com menyatakan,aksi the Fed itu tidak terlalu tepat. Saham-saham di Eropa juga merosot dalam perdagangan siang kemarin.Bursa Eropa cukup merasakan pukulan telak akibat krisis tersebut. Indeks FTSEurofirst turun 0,12 persen pada 1.088,84. Perdagangan dalam sesi itu masih rawan dengan rata-rata penurunan 0,9 persen hingga menguat 1,8 persen. Saham-saham perbankan seperti HSBC, UniCredit,Royal Bank of Scotland, dan UBS turun antara 2,2 persen dan 5,5 persen.(Sumber” OK Zone.com) Mortgage lender terbesar di Inggris, HBOS Plc, ikut terkena imbas krisis itu dan sedang dalam proses penjualan. Saham-saham HBOS telah merosot dalam enam hari terakhir secara berturut-turut setelah berita adanya perundingan merger dengan Lloyds TSB. Bursa Shanghai juga naik 3 persen setelah pengumuman bahwa dua lender dari China memiliki puluhan juta dolar di Lehman Brother. Sydney juga menguat pada saat pembukaan, namun turun 0,6 persen pada saat penutupan. Di Jakarta, indeks harga saham gabungan (IHSG) kembali ditutup menguat 34,258 poin (1,974 persen) menjadi 1.769,894. Saham sektor industri dan pertambangan mengalami penguatan terbesar masingmasing 4,071 persen, 3,537 persen, dan 3,504 persen. Adapun sektor perkebunan ditutup melemah 1,138 persen. Bagaimana kita menyingkapi hal ini bila terjadi efek yang sangat besar untuk kebangkrutan sebuah perusahaan ternama didunia? Tentunya kita memiliki strategi khusus dalam persaingan pasar modal.
Menurut Sumber BEI dan pengamatan atau monitoring tidak hanya atas saham yang menjadi sasaran investasi, tapi juga terhadap saham-saham lain, bahkan kondisi pasar serta informasi yang terkait dengan investasi itu. Monitoring yang cukup serius dan terus-menerus itu perlu dilakukan agar investor selalu mendapat kesempatan pertama dalam menerima informasi. Kecepatan menerima informasi ini, merupakan peluang memperoleh pendapatan dan keuntungan di pasar modal. Sehingga dalam investasi di pasar modal sedikitnya terdapat 8 (delapan) strategi yang paling sederhana, dan hampir seluruh investor menerapkannya. Ke delapan strategi yang biasa dilakukan investor itu antara lain: 1. Beli di Pasar Perdana, Jual Begitu Masuk di Pasar SekunderStrategi ini digunakan karena adanya keyakinan investor bahwa harga akan naik begitu suatu saham dicatatkan di bursa efek. Hal ini dilandasi dengan asumsi bahwa underwriter tidak akan membiarkan harga jatuh pada minggu pertama di pasar sekunder. Dalam strategi membeli di pasar perdana dan menjual di pasar sekunder ini banyak sudah contoh yang bisa diambil. Kendati anggapan bahwa underwriter tidak membiarkan harga akan jatuh pada hari-hari pertama di pasar sekunder, ada benarnya juga tapi dalam menerapkan strategi ini investor juga tetap berpedoman pada harga saham yang akan dilepas dengan harga saham sejenis yang sudah tercatat. Perbandingan harga ini perlu menjadi perhatian, karena bisa saja harga saham IPO lebih rendah ketimbang saham yang sudah tercatat atau sebaliknya. Untuk itu, investor perlu membandingkan harga dengan pendapatan kedua saham tersebut yang akan dilepas dengan saham yang sudah tercatat. Kendati tidak selamanya benar, tapi banyak pelaku pasar yang beranggapan bahwa strategi membeli di perdana dan jual di sekunder ini cocok bila diterapkan pada waktu pasar sedang bullish (harga-harga saham di pasar sekunder sedang naik).2. Strategi Beli dan Simpan (Buy and Hold):Strategi ini digunakan oleh investor karena berkeyakinan bahwa suatu perusahaan akan berkembang selama jangka panjang, misalnya perusahaan yang produknya sangat strategis. Umumnya strategi ini juga cocok digunakan pada saat harga mencapai titik terendah atau umumnya pasar sedang bearish (harga-harga saham sangat rendah). 3. Strategi Berpindah Strategi ini digunakan oleh investor yang aktif mengikuti perkembangan pasar. Tujuannya adalah memanfaatkan peluang kemungkinan naiknya harga saham lain dengan harapan pemodal tersebut memperoleh capital gain dalam waktu singkat. Dalam jangka panjang, strategi ini bertujuan mengubah jenis saham yang dimiliki, dengan harapan saham lain lebih prospektif. Strategi ini cocok digunakan pada saham-saham yang aktif diperdagangkan di bursa efek (likuid). 4. Strategi Mengurangi Kerugian (Cut Loss) Strategi ini digunakan untuk mengurangi kerugian atas pembelian saham yaitu dengan cara menjual saham yang sebelumnya dimiliki dan mengganti dengan saham lain (berpindah), cara lainnya yaitu dengan membeli saham sejenis seperti yang dipegang sebelumnya pada waktu harganya rendah dan melepaskannya kembali pada waktu harganya naik. Sehingga kerugian pada saat membeli diwaktu harga tinggi dapat dikurangi (cut loss). 5. Membeli Saham-saham Tidur: Strategi membeli saham-saham tidur maksudnya membeli saham-saham yang tidak aktif, karena biasanya saham-saham yang tidak aktif sering luput dari perhatian orang banyak, sehingga cenderung harganya murah. Tipe pemodal yang sabar cocok membeli saham-saham yang tidak aktif tersebut, sebab pada umumnya potensi keuntungan pada saham yang demikian ini akan nampak dalam jangka waku yang lama. 6. Strategi Konsentrasi pada Industri Investor yang memusatkan perhatiannya pada perkembangan industri tertentu, karena lebih mengetahui kondisi, mekanisme kerja dari perusahaan yang berada pada industri tersebut, tren industri dan sebagainya. Strategi investasi dengan cara ini adalah memilih saham-saham yang terbaik pada industri tersebut. 7. Strategi Membeli Pasar:Seorang pemodal dikatakan melakukan strategi membeli pasar, apabila investor secara relatif proporsional ke dalam saham-saham yang ada di bursa efek, misalnya 50 persen jenis saham yang tecatat di bursa efek. Strategi ini mungkin kurang tepat bagi investor kecil, karena untuk melaksanakan strategi ini tentunya membutuhkan dana yang besar. 8. Strategi Membeli Melalui Reksa dana Strategi, ini dilakukan dengan mempercayakan pengelolaan dana yang dimiliki oleh investor kepada suatu lembaga yang disebut reksa dana. Reksa dana akan melakukan penyebaran investasi untuk mencapai tingkat keuntungan tertentu dan meminimumkan risiko.Namun semua itu bukan menjadi satu patokan atau keharusan strategi yang dilakukan oleh investor, karena semua kembali kepada karakter tingkat risiko yang dimiliki oleh para investor. Jadi dalam hal ini didalam suatu strategi pasar modal dan investasi harus diperhatikan kondisi ekonomi suatu negara dan faktor politik akan sangat mempengaruhi keinginan Investor untuk melakukan investasinya dan sekarang kendalanya dengan melihat kondisi perekonomian akibat damapak kenaikan BBM, bahan baku pangan faktor politic lain seperti pemilihan calon presiden dan kondisi fenomena alam akan juga memberikan pengaruh yang sangat kuat pada posisi ini. (Sumber-sumber terkait, dari News berita surat Khabar Harian dan sebagainya, data diolah oleh Frans Hero K Purba)

Monday, September 15, 2008

STRATEGI AGRIBISNIS DI ERA GLOBAL (STRATEGY AGRIBUSINESS IN ERA GLOBALIZATION)

Pada saat sekarang ini, dengan sistem yang ada kita semua dibuat sibuk dengan kenaikan harga bahan pangan di tingkat dunia. Hal ini terutama karena terfokus temporer masyarakat kita saat ini terhadap kenaikan harga bahan pangan konsumsi seperti kedelai, pemerintah didesak untuk segera menurunkan harga. Akibat kenaikan bahan bakar minyak memberikan efek yang dampaknya begitu besar pada kenaikan banhan pangan. Apa yang harus diperbuat dan strategi apa yang harus kita laksanakan? Dalam persiapan memasuki pasar bebas, agribisnis dan agroindustri merupakan salah satu prioritas yang perlu dikembangkan dalam pembangunan nasional, mengingat potensi sumberdaya alam Indonesia yang berlimpah. Selain daripada itu, selama masa krisis yang melanda perekonomian nasional, sektor pertanian masih tetap mampu bertahan terus. Sehingga dapat diprediksikan bahwa perekonomian nasional akan tetap tergantung pada sektor pertanian. Namun tanpa kita sadari bahwa produksi pertanian Indonesia yang berlimpah terkadang tidak dibarengi dengan penyedian pasar bagi produk pertanian.Ada empat strategi untuk meningkatkan daya saing produk dengan mutu tertentu didalam pengembangan agribisnis di Indonesia yaitu: ada 4 (empat) strategi dalam pengelolaan Corporate Farming, yaitu (a) Penetrasi pasar; (b) Pengembangan pasar; (c) Pengembangan produk; (d) Diversifikasi. Keempat strategi tersebut akan diimplementasikan secara simultan melalui pendekatan corporate dimana pengelolaannya berada dalam satu manajemen. Strategi (a), (b), dan (c) ditujukan untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk primer yang berarti peningkatan pendapatan bagi petani pemilik lahan dan pengembangan ekonomi pedesaan, sedangkan strategi (d) ditujukan untuk mendorong para petani penggarap tak berlahan untuk berkerja pada kegiatan lain melalui diversifikasi usaha baik horizontal maupun vertikal. Dengan strategi yang demikian dapat dihindari terjadinya proses involusi (pemiskinan) penduduk di lahan sawah karena tekanan penduduk menjadi berkurang, tetapi secara keseluruhan masyarakat di wilayah tersebut mengalami better-off. Yang kemudian perlu dilaksanakan yaitu dengan adanya Corporate Banking for Farmers /Bank Pertanian yang membangun pertanian yang bertujuan memberikan kredit kepada petani dan pelaku usaha agribisnis bidang pertanian yang mengalami kesulitan bila terjadi gagal panen ataupun permasalahannya sehingga terjamin tujuan dan maksud pengembangan usahanya. Kemudian yang ketiga adalah Corporate Groups of Farmers tujuannya adalah untuk group petani atau pelaku usaha yang bergerak dibidang agribisnis. Dan yang keempat adalah Corporate Buyers Groups merupakan sekumpulan asosiasi yang menjamin untuk membeli hasil-hasil pertanian dan bekerjasama dengan petani dan pelaku usaha yang bergerak untuk berbagai jenis produk pertanian. Dengan kesemuanya ini perlu diperhatikan dari segi moral para pelaku usaha dan para pendukungnya. Semuanya dapat berjalan jika adanya tujuan maksud yang sama didalam pengembangan bidang agribisnis Indonesia ke masa depan dan mempertahankan seluruh aspek bidang pertanian negeri ini.

Thursday, September 11, 2008

Productivity of Work as Challenge for Yourself (Produktivitas Kerja Yang ada Pada Diri Anda)

Produktivitas Kerja (Productivity of Work)
Mahoney (dalam campbell dan camphell, 1990) mendefinisikan produktivitas sebagai suatu pengertian efisiensi secara umum yaitu sebagai rasio antara hasil dan masukan salam suatu proses yang menhasilkan suatu produk atau jasa. Hasil (outputs) itu meliputi (penjualan, laba, kepuasan konsumen), sedangkan masukan meliputi alat yang digunakan, biaya, tenga, keterampilan dan jumlah hasil individu. According Claire Tompkins (www.clairetompkins.com.) who found the theory of Productivity of work that productivity involves producing. Producing widgets, events, reports, sales. The more producing you do, the more money you have and the greater success your company has. Right? It's not that simple. It doesn't matter how many widgets you produce if no one buys them. It doesn't matter how many reports you produce if they're irrelevant. So, productivity must be tied to a worthwhile goal.

1. Pengertian produktivitas kerja
Sejalan dengan pendapat diatas, As’ad (1987) menjelaskan produktivitas tidak dapat dipisahkan dengan pengertian produksi karena keduanya saling berhubungan. Apabila mempermasalahkan produktivitas maka produksi selalu tersangkut di dalamnya.
Hadi (1974) menjelaskan produktivitas kerja selalu disoroti dari dua segi, segi korban atau input dan segi hasil atau output. Perbandingan antara kedua segi itu akan menjadi ukuran dari produktivitas besar jika menunjukan hasil yang besar. Walaupun korbannya relatif kecil. Korban yang lebih besarpun dapat meningkatkan produktivitas jika tambahan korban itu secara relatif memberikan hasil yang lebih besar daripada tambahan korban.
Meier (dalam Martaniah dkk, 1990) mengemukan bahwa kriteria produktivitas antara lain adalah kualitas, waktu yang dipakai, absensi dan keselamatan dalam menjalankan tugas pekerjaan. Untuk memudahkan pengukuran produktivitas kerja, pekerjaan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu ; (1) pekerjaan produksi yang hasilnya dapat langsung dihitung dan mutunya dapat dinilai melaui pengujian hasil sehingga standar yang objektif dapat dibuat secara kuantatif; (2) pekerjaan yang non produksi yang hasilnya hanya diperoleh melaui pertimbangan–pertimbangan subjektif, misalnya penilaian atasan, teman, dan diri sendiri.
Menurut Sinungun (1987) produktivitas diartikan sebagai perbandingan ukuran antara harga masukan dan hasil. Produktivitas diartikan juga perbedaan antara jumlah pengeluaran dengan jumlah masukan.
Pengertian produktivitas secara teknis, ekonomis, dan psikologis adalah rangkuman atau gabungan antara unsur efektivitas, efisiensi dan kepuasan kerja yang harus mengandung volume produksi, hemat masukan serta optimalisasi kepuasan kerja secara manusiawi (Hadipranata, 1987). Produktivitas jugamengandung pengertian sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini (ravianto, 1985).
Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa produktivitas adalh kekuatan atau kemampuan untuk menghasilkan suatu produk atau hasil dengan rasion banding input leibh kecil dari output.

Meningkatkan Produktivitas Kerja
Cara meningkatkan produktivitas dapat ditempuh dengan usaha-usaha sebagai berikut:
(1). Peningkatan prestasi tenaga kerja yang dilaksanakan melalui berbagai perbaikan pada pelaksnan tugas dengan menggunakan sarana pendekatan manajerial dan pendekatan technical skill (pendekatan teknis), (2) peningkatan partisipasi tenaga kerja dengan ruang lingkup peningkatan pengetahuan yang mendasari tercapainya produktivitas serta pelatihan untuk menghasilkan tenaga kerja siap pakai (Siswanto,1987).
Mengukur data produktivitas adalah penting dan perlu juga diperhatikan adalah menggunakan data tersebut guna membangun produktivitas, sebab manfaat baru akan diperoleh kalau perilaku sudah diartikan sekaligus diwujudkan. Proses yang terjadi pada individu yang mendorong produktivitas diri dalam lapangan pekerjaan tidak terlepas dari karakterisktik pekerjaannya, sebab tingkat keberhasilan atau kesuksesan dalam pekerjaan berkaitan dengan pelaksanaan kerja. Pelaksanaan kerja ini adalah fungsi tingkah laku individu yang terarah dan ditujukan kepada sutu objek atau sasaran.
Berkenaan dengan keadaan tersebut Berdson dan Steimer (dalam Siswanto, 1987) menjelaskan motivasi merupakan proses kejiwaan yang memberikan energi, mendorong kegiatan atau gerakan dan mengarahkan perilaku untuk mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Muchinsky (1987) bahwa tenaga kerja yang termotivasi akan menciptakan suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk keberhasilan pekerjaannya.
Sejalan dengan pendapat ahli di atas Campbell (dalam Schultz, 1970) mengemukakan bahwa hal-hal yang melibatkan motivasi para tenaga kerja dalam mencapai tingkat prestasi yang tinggi adalah adanya dorongan yang kuat untuk mengoptimalkan usahanya, kemudian adanya cita-cita dan inisiatif serta suasana kerja yang mendukung terlaksananya pekerjaan yang dilaksanakan. Dalam hal ini Burns (dalam Karn dan Gilmer, 1962) menjelaskan bahwa proses motivasi yang berkembang dalam kondisi kerja cenderung adanya penekanan pada pencapaian keberhasilan kerja, yang berpengaruh pada hasil akhir, dengan kata lain motivasi dapat membantu tenaga kerja untuk bekerja lebih produktif.
Salah satu teori motivasi yang terkenal adalah dari Maslow (dalam Robertson dan Cooper, 1983) yang mengidentifikasikan motivasi ke dalam lima kategori kebutuhan yang berbeda yaitu :
a. Kebutuhan fisiologis.
b. Kebutuhan akan rasa aman.
c. Kebutuhan akan cinta dan memiliki.
d. Kebutuhan akan penghargaan.
e. Kebutuhan akan perwujudan diri.
Pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi akan bisa dicapai apabila kebutuhan yang lebih rendah telah terpenuhi. Robertson dan Cooper (1983) mengemukakan bahwa teori motivasi dari Maslow dikenal baik dalam lingkungan manajemen organisasi, alasannya adalah kebutuhan itu menimbulkan dorongan untuk mencapai tujuan yang menimbulkan perhatian yang sungguh-sungguh dari karyawan terhadap organisasi sehingga mereka berusaha menata dan menciptakan suasana kerja yang mendorong pencapaian akan kebutuhan perwujudan diri. Dengan kata lain motivasi diartikan sebagai konsep tindakan perilaku tenaga kerja yang diarahkan pada sasaran.
Untuk menjelaskan kebutuhan tenaga kerja akan keinginan berprestasi, Vroom dalam Harris (1984) menjelaskan untuk mengidentifikasikan motivasi tenaga kerja sehingga dapat dengan efektif difungsikan. Demikian juga halnya usaha-usaha karyawan untuk pemenuhan tujuan harus memberi kelangsungan ganjaran di masa depan yang dapat dimilikinya. Sebab suatu studi yang dilakukan. Matsui dkk. (1982) menemukan bahwa individu yang mempunyai kebutuhan berprestasi yang lebih tinggi akan menetapkan tujuan dan kinerja yang lebih tinggi juga.

Locke (dalam Wexley dan Yukl,1988) sehubungan dengan pendapat ahli di atas menyatakan bahwa perilaku seseorang diatur menurut tujuan-tujuan serta maksud-maksud individu. Tingkat kesulitan sasaran serta tanggungjawab individu untuk mencapai target ikut serta menentukan tingkat usaha yang akan dicurahkan.
Gambaran yang lebih jelas serta taktik pelaksanaan kerja yang tergolong sukses dalam pencapaian sasaran organisasi perlu kiranya digambarkan. Shatter (dalam Beck 1976) menjelaskan langkah-langkah yang harus diambil secara bersama-sama oleh para pelaku yang terlibat dalam suatu organisasi:

1. Tetapkan sasaran atau target yang dianggap penting, diutamakan dan mendesak, misalnya masalah penjualan (sales Quota) atau malah kualitas, Penjabaran ini akan membangkitkan usaha secara sadar untuk mencapai tujuan atau sasaran, bukan keinginan yang timbul secara kebetulan saja.

2. Langkah kedua yaitu tetapkan jumlah sasaran secara jelas.Pada bagian-bagian ini organisasi harus memusatkan perhatian pada sasaran yang telah digariskan secara jelas dan pasti.
3. Jelaskan sasaran yang diharapkan dapat tercapai, supaya menimbulkan tanggungjawab pada pelaksanaan tugas yang dibebankan. Penekanannya adalah pada sasaran atau target yang harus dicapai.
4. Berikan wewenang clan kepercayaan kepada tenaga kerja yang telah diberi tugas, sehingga menimbulkan keseriusan dan tanggungjawab dalam pelaksanaan kerja.
5. Kembangkan dan perluas proses keberhasilan yang telah tercapai, karena dapat memberi gambaran yang lebih tepat dalam proses pengembangan tugas berikutnya, maka akan terarah pada pengembangan dan perluasan yang diharapkan lebih luas.

Berdasarkan penjelasan dan pendapat ahli di atas secara garis besar dapat dikatakan bahwa peranan motivasi dalam pelaksanaan kerja yang berdasarkan sasaran sangat berpengaruh terhadap prestasi atau produktivitas kerja yang diarahkan pada pemenuhan kebutuhan individu dan di sini lain untuk pencapaian sasaran atau tujuan perusahaan. Ravianto (1985) mencontohkan gaya manajemen Jepang yang berhasil dalam dunia industri untuk pasaran domestik dan internasional, yang berorientasi pada pendayagunaan sumber daya manusia termasuk penerapan pemotivasian tenaga kerja serta adanya pandangan akan pentingnya pengembangan kemampuan pekerjaannya.

3. Faktor-faktor Yang mempengaruhi Produktivitas
Hadipranata dkk (1987) menyebutkan beberapa sifat kepribadian yang mempengaruhi produktivitas antara lain: kreatif, bersahabat, ulet, percaya diri dan kooperatif.
Forsyth (1970) mengemukakan pentingnya peranan kemampuan menjalin hubungan dengan individu lain pada tenaga pemasaran karena berpengaruh pada produktivitas kerjanya.
Sejalan dengan pendapat tersebut Wrightsman dan Deaux (1981) menyatakan bahwa kecakapan tenaga kerja dalam menjalin hubungan dengan orang lain sangat penting dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam aktivitas organisasi, baik dalam kelompok skala besar maupun kelompok skala kecil.
Suratmodjo (dalam LPM. 1982) menjelaskan bahwa pendidikan merupakan suatu kekuatan dinamis pada setiap individu yang mempengaruhi perkembangan fisik dan mental, misalnya emosi, sosial dan etikanya. Dengan kata lain, pendidikan merupakan kekuatan yang dinamis dan mempengaruhi seluruh aspek kepribadian. Suatu keberhasilan bekerja akan dimiliki oleh individu yang bermotivasi dan terorganisasi baik serta berwawasan luas tentang kehidupannya.
Maier (1973) menjelaskan prestasi atau produktivitas merupakan suatu hasil gabungan dari variabel individu dan lingkungan. Variabel individu meliputi motivasi berprestasi, kepercayaan diri dan kesungguhan dalam bekerja. Variabel lingkungan meliputi kondisi kerja dan sistem dalam suatu organisasi.
Dari pendapat ahli di atas dapat digambarkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah: adanya motivasi berprestasi, tingkat pendidikan yang relatif lebih tinggi, kepandaian menjalin hubungan dengan individu lain, masa kerja yang relatif lama. Adanya kecakapan dan wawasan diri yang baik serta suka berteman saat sebagai variabel sertaan atau kontrol atau yang dijadikan adalah: (a) variabel tingkat pendidikan dan Cb) variabel masa kerja. Alasannya yaitu variabel tersebut dianggap berperanan besar dalam kesuksesan tenaga kerja di bidang pemasaran dalam menjual produk perusahaan. Oleh karena itu di bawah ini akan dijelaskan variabel tersebut.
a. Pendidikan
Bremmer (1982) menemukan bahwa individu yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih agresif. Lebih berorientasi prestasi kerja. Hal ini disebabkan karena faktor pendidikan dapat mempengaruhi ambisi, harapan-harapan yang lebih tinggi serta adanya pengetahuan tentang pekerjaan tersebut, sehingga dapat menunjang pencapaian prestasi kerja.
Rambo (dalam Himam, 1989) mengemukakan bahwa faktor pendidikan berhubungan positif dengan prestasi kerja. Artinya makin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi hasil atau prestasi kerja yang dicapai. Faktor pendidikan mempengaruhi aspirasi pekerja terhadap prestasi yang harus dicapai.
Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap prestasi kerja sehingga tingkat pendidikan dijadikan variabel sertaan.
b. Masa Kerja
Masa kerja karyawan dalam suatu perusahaan yang berspesialisasi dalam pemasaran dapat berpengaruh terhadap pencapaian tingkat hasil penjualan. Hal ini berhubungan dengan pengalaman yang ada sebelumnya yang memberi pemaknaan tugas yang sedang dikerjakannya saat sekarang (Forsyth, 1970).
Vinacke (dalam Martaniah dkk.1990) menjelaskan inteligensi, keterampilan, pengalaman, masa kerja dan motivasi mempengaruhi produktivitas kerja karyawan. Dari pendapat-pendapat di atas disimpulkan bahwa masa kerja karyawan dapat mempengaruhi pencapaian tingkat hasil kerja karena didukung oleh pengalaman yang dimiliki sebelumnya yang bisa diterapkan untuk pekerjaan masa sekarang ketika tenaga kerja menghadapi suatu masalah.
4. Produktivitas
Jumlah hasil akhir merupakan hal yang paling umum digunakan untuk mengukur kecakapan kerja dan dianggap dapat dilakukan untuk pengukuran tersebut. Pedoman khusus yang didasarkan pada hasil akhir adalah jumlah unit yang diproduksi, waktu yang dibutuhkan, dan jumlah penjualan dalam periode tertentu (Ghiselli and Brown,1955).
Manullang (dalam LPM, 1981) mengemukakan produktivitas individu ini diukur melalui tingkat ukuran keluaran yaitu jumlah produk yang dihasilkan.
Jumlah produk
Produktivitas individu = ----------------------
Jumlah tenaga kerja
Dari cara-cara pengukuran tentang produktivitas yang dikemukakan di atas nampak bahwa produktivitas itu adalah rasio antara hasil yang didapatkan dengan sumber yang digunakan. Lebih lanjut Manullang menambahkan bahwa produktivitas adalah ukuran dari seberapa jauh penggunaan sumber dalam hal mencapai hasil yang diinginkan. Hasil yang diperoleh berhubungan dengan efektivitas dalam mencapai suatu misi atau prestasi, sedangkan sumber yang digunakan berhubungan dengan efisiensi dalam mendapatkan hasil dengan penggunaan sumber daya minimal.
Goal Setting
1. Pengertian
Beck dan Hillmar (1976) menjelaskan salah satu jenis intervensi pengembangan organisasi adalah setting. Proses pelaksanaan soal setting ini merupakan pendekatan terhadap pemahaman manajemen berdasarkan sasaran atau hasil yang membantu memberi pengertian tentang aspek pengelolaan atau manajemen, hasil dan sasaran (objektives).
Pengertian goal setting adalah proses penetapan sasaran atau tujuan dalam bidang pekerjaan, dalam proses goal setting ini melibatkan atasan dan bawahan secara bersama-sama menentukan atau menetapkan sasaran atau tujuan-tujuan kerja yang akan dilaksanakan tenaga kerjanya sebagai pengemban tugas dalam suatu periode tertentu (Gibson, dkk. 1985).
Latham den Locke (dalam Steers dan Porters, 1983); Locke dkk (1981) menjelaskan bahwa pengertian goal setting adalah suatu gagasan untuk menetapkan. Tenaga kerja melaksanakan suatu pekerjaan dimana tugas yang diberikan sudah ditetapkan targetnya atau sasarannya, misalnya untuk mencapai kuota yang ditargetkan atau menyelesaikan sejumlah tugas dengan batas waktu yang sudah ditentukan. Dalam hal ini sasaran (goal) adalah objek dari perbuatan dan jika individu menetapkan taktik kemudian berbuat untuk mencapai sasaran atau tujuannya tersebut, berarti sasaran atau tujuan ini menentukan perilaku dalam bekerja. Hersey dan Blanchard (1986) orientasi seseorang menyatakan bahwa perilaku pada umumnya dimotivasi oleh keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu, dan perilaku itu pada dasarnya bertujuan pada objek atau sasaran.
Pengertian goal setting yang dikemukakan Davis (1981) adalah manajemen penetapan sasaran atau tujuan untuk keberhasilan mencapai kinerja (performance). Lebih lanjut dijelaskan bahwa penerapan penetapan tujuan yang efektif membutuhkan tiga langkah yaitu: menjelaskan arti dan maksud penetapan target tersebut, kedua menetapkan target yang jelas, dan yang ketiga memberi umpan balik terhadap pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan. Cascio (1987) menyatakan bahwa goal setting itu didasarkan pada pengarahan tingkah laku terhadap suatu tujuan.Sasaran atau target bisa ditambah dengan memberi penjelasan atau informasi kepada tenaga kerja bagaimana mengerjakan tugas tersebut, serta mengapa sasaran atau tujuan tersebut penting dilaksanakan.
Penerapan goal setting ini terhadap sistem kinerja sangat populer dan luas penggunaannya. Pendekatan manajemen berdasarkan sasaran ini meliputi perencanaan, pengawasan, penilaian pegawai, serta keseluruhan sistem kinerja yang ada dalam organisasi. Prosedur umum dalam manajemen berdasarkan sasaran ini yang paling utama adalah mengidentifikasikan bagian-bagian kunci keberhasilan, sehingga dapat berpengaruh terhadap keseluruhan performance organisasi misalnya volume penjualan, hasil keluaran (production output), maupun kualitas layanan, dengan demikian pengukuran kinerja (performance) dapat ditentukan (Luthans, 1981).
Gibson dkk, (1985) menggambarkan penerapan soal setting dari perspektif manajemen. Langkah-langkahnya adalah (1) diagnosis kesiapan, misalnya apakah tenaga kerja, organisasi dan teknologi sesuai dengan program goal setting; (2) mempersiapkan tenaga kerja berkenaan dengan interaksi antara individu, komunikasi, pelatihan (tranning) dan perencanaan; (3) penekanan pada sasaran yang harus diketahui dan dimengerti oleh manajer dan bawahannya; (4) mengevaluasi tindak lanjut untuk penyesuaian sasaran yang ditentukan; (5) tinjauan akhir untuk memeriksa cara pengerjaan dan modifikasi yang ditentukan. Strauss dan Sayless (1981) menjelaskan bahwa prosedur manajemen berdasarkan sasaran memberi kesempatan kepada tenaga kerja untuk membuat penilaiannya sendiri mengenai hasil-hasil operasi, artinya jika ia membicarakan hasil maka sebenarnya individu tersebut menilai dirinya sendiri dan mungkin sekali mendapatkan wawasan mendalam bagaimana ia harus memperbaiki sikapnya. cara-caranya atau kelakuannya.
Untuk memberi gambaran yang lebih jelas tentang penetapan sasaran ini, di bawah ini dikemukakan sebuah penelitian pada perusahaan kayu, dimana sopir truk selalu mengisi truknya kurang dari kapasitas resmi.Setelah diadakan observasi dan diteliti, tim peneliti kemudian menjelaskan nilai potensial goal setting (penetapan tujuan) untuk diterapkan pada sopir truk dan kemudian perusahaan menentukan target yang jelas bagi para sopir truk. Setelah tiga bulan kedua peneliti secara seksama mencatat keadaan pelaksanaan kerja dan kemudian hasilnya Peneliti ternyata naik 90 % dari kapasitas rata-rata. Tujuh tahun menawarkan tetap tinggi. Suatu keterangan mengapa prosedur seperti kerja meningkatkan hasil kerja. Alasannya adalah tenaga melihat dan atau mencatat beban truk mereka bangga akan prestasi ini, mereka juga melihat tujuan sebagai yang menantang ini permainan sesuatu menyenangkan bagi truk yang sopir mengalahkan orang lain (Gibson dkk, 1985).
Jadi penelitian ini telah menunjukkan satu ini kerja mereka penetapan sebab adalah alasan prestasi kerja. Sistem meningkatkan mengapa penetapan sasaran atau target itu motivasi dan penetapan atau target apabila dimasukkan ke dalam tatanan maka para pekerja akan melihat tujuan bagaimana ikhtiar mereka kerja pencapaian membantu menimbulkan hasil, ganjaran, dan kepuasan pribadi karena memuaskan target atau sasaran itu dorongan berprestasi dan kebutuhan harga diri aktualisasi diri, maka perencanaan seseorang sasarannya di masa datang akan lebih tinggi.
Dari pendapat para ahli di atas dapat serta untuk goal setting adalah disimpulkan bahwa pengertian berdasarkan penetapan sasaran atau target berorientasi hasil. Manajemen yang berorientasi ini dianggap lebih baik karena lebih menekankan pencapaian hasil, kesempatan sehingga memberi manajemen yang sasaran pada kepada tenaga kerja untuk mengerti bagaimana seharusnya bekerja, dan hubungan komunikasi antara atasan dan bawahan lebih terbina karena terjadi interaksi antara yang memberi tugas dengan pelaksana. Secara umum pengertian goal setting itu adalah penetapan sasaran atau target yang akan dicapai tenaga kerja.
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Goal Setting
Berdasarkan beberapa pendapat ahli (Locke dkk, 1981: Steers dan Porter, 1983; Davis, 1981; 1989), Cascio, 1987: Gibson, 1985; Davis & Newstrom, penulis menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi goal setting adalah :
a. Penerimaan (acceptance).
b. Komitmen (commitment).
c. Kejelasan (specifity).
d. Umpan balik (feedback).
e. Partisipasi (participation).
f. Tantangan (challenger).
Untuk menjelaskan bagaimana terjadinya pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap sistem penetapan sasaran atau target berdasarkan hasil ini (goal setting), di bawah ini akan dijelaskan pengertian satu persatu faktor-faktor tersebut.
a. Pengertian Denerimaan (acceptance)
Penerimaan terhadap sasaran atau target yang tenaga kerja sebab tujuan ditetapkan terjadi karena adanya kemauan untuk menerima target yang dibebankan, sasaran yang efektif tidak hanya cukup diketahui saja tetapi juga harus dapat diterima tenaga kerja untuk dilaksanakan.
Menurut Davis dan Newstrom (1989) bahwa goal setting (penetapan sasaran atau target) merupakan alat motivasi yang efektif bila empat unsur dasar disertakan ke dalam sistem pengelolaan penetapan sasaran tersebut yaitu: (1) penerimaan; (2) spesifikasi; (3) umpan balik; dan (4) tantangan. Pada bagian berikutnya akan dijelaskan unsur-unsur di atas serta pengaruhnya terhadap penetapan sasaran.
Lebih lanjut Davis dan Newstrom mengemukakan bahwa penerimaan terhadap sasaran atau target tersebut harus dapat diketahui atau dimengerti oleh tenaga yang bersangkutan, dalam hal ini penerimaan sasaran yang ditetapkan harus dapat dipahami dan pihak pemberi target harus menjelaskan maksud dan kegunaan sasaran atau tujuan ditetapkan terhadap penerima atau tenaga kerja, karena penetapan tujuan yang sepihak tanpa penerimaan karyawan tidak akan membawa hasil. Oleh karena itu penting melibatkan tenaga kerja dalam proses penetapan sasaran atau tujuan bersama untuk memperoleh penerimaan.
Menurut Yoder (1979) produktivitas kerja akan lebih tinggi dan efisien bila ada perasaan bahwa diperlukan dalam penerimaan dan adanya sasaran yang diemban itu berguna dan pencapaian keberhasilan persetujuan terhadap pelaksanaan pencapaian sasaran atau target organisasi merupakan faktor utama dalam tanggung jawab tenaga kerja dalam menjalankan tugas-tugas.
Berkenaan pendapat di atas Likert (dalam Yoder, 1979) juga menjelaskan jenis aktifitas individu dalam organisasi yang mempunyai perasaan yang sama dalam penerimaan loyalitas atau kebersamaan satu sama lain dalam pelaksanaan kerja cenderung mengacu pada prestasi.
Dari sebuah penelitian pengaruh bentuk penilaian dari tiga dimensi goal setting yang dilakukan oleh Tziner dan Kopelman (1988), diperoleh data yang menunjukkan bahwa kejelasan, penerimaan, dan komitmen berhubungan dengan sasaran. Penelitian ini membuktikan bentuk penilaian mempengaruhi sistem pengelolaan penetapan sasaran (goal setting).
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa penerimaan akan penetapan sasaran atau target berpengaruh terhadap pelaksanaan kerja yang akan dilaksanakan tenaga kerja yang bersangkutan.
b. Komitmen
Pengertian komitmen secara umum adalah adanya suatu kesepakatan atau persetujuan antara tenaga kerja dengan perusahaan. Gibson dkk (1985) mengemukakan pengertian komitmen adalah keadaan yang melibatkan identifikasi dan loyalitas yang diwujudkan terhadap perusahaan tempat individu bekerja.
Mitchell (1985) menjelaskan individu yang kurang sepakat dengan sasaran atau target organisasi merupakan sikap negatif dan bisa berakibat kerugian. Kejadian di Amerika dalam 10 tahun terakhir, bahwa hilangnya jam kerja akibat pemogokan dan kemangkiran bekerja. Contoh ini merupakan kejadian akibat adanya ketidaksetujuan tenaga kerja terhadap kebijakan perusahaan.
Huber (1985) menjelaskan bahwa antara penerimaan dan komitmen terhadap sasaran sering diartikan sama, tetapi kenyataan dalam gagasannya (construtes) berbeda. Penerimaan terhadap target atau sasaran berarti ada kesektujuan untuk melaksanakan, sedangkan komitmen itu bisa saja individu menerimanya tetapi belum tentu mau mengejar target atau sasaran yang dibebankan. Dengan demikian tenaga kerja dapat dikatakan menerima (acceptance) dan komitmen (commitment) terhadap pelaksanaan kerja untuk mencapai target apabila mengetahui dan mengerti akan sasaran yang dimaksudkan, serta ada kesediaan atau persetujuannya.
Griffin (1987) mengemukakan bahwa dapat efektif apabila ada pemahaman dari terhadap tujuan yang akan target catat goal setting tenaga dicapai, karyawan akan mendapat antara komitmen perusahaan dengan tenaga kerja yang sukses aakan mendapat perioritaas untuk jenjang karir yang lebih tinggi, kemudian target yang ditetapkan harus jelas serta ada tenggang waktu yang efisien untuk pelaksanaan. Terakhir harus ada konsistensi dan ganjaran terhadap pelaksanaan pencapaian target sebagai tujuan utamanya dengan demikian tenaga kerja akan mendapat sesuatu yang memuaskan mereka.
Duffy dan Rusbult (dalam Brigham, 1991) menyatakan bahwa individu dalam organisasi akan memberikan komitmenlebih tinggi terhadap pekerjaan bila: (1) tenaga kerja puas dengan hasil (outcomes) yang mereka peroleh; (2) kesetiaan yang telah ditanamkan sebagai bagian dari hidupnya organisasi, antara lain: pelibatan diri, pemberian waktu dan energi dan kesetiakawanan (mutual friend) dan (3) tidak adanya pilihan lain yang lebih menguntungkan.
Dari pendapat–pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa komitmen atau kesepakatan atau kesetujuan tenaga kerja terhadap perusahaan untuk melaksanakan pencapaian sasaran atau target dapat berpengaruh terhadap sistem kerja goal setting.
c. Spesifikasi (Specifity)
Pengertian speksifikasi atau keseksamaan sasaran tujuan menurut Gibson dkk, (1985) adalah derajat secara kuantitatif daripada sasaran atau tujuan itu.
Menurut Davis dan Nestrom (1989) penetapan sasaran harus jelas atau spesifik dan dapat diukur agar kerja dapat mengetahui kapan suatu target atau tenaga tujuan diperoleh atau dicapai. Instruksi yang jelas dan terarah memfokuskan kerja pada pelaksanaan pencapaian tenaga target karena patokan sebagai mempunyai keberhasilannya. Sasaran yang jelas menuntun harus dikerjakan atau dicapai, maka tenaga tersebut dapat mengukur kemajuannya. Tenaga kerja selalu dan berpedoman pada perintah yang samar jelas akan menimbulkan pengertian yang samar dan terarah.
Menurut Beck den Hillmar (1978) jika sasaran itu adalah sebuah pernyataan dari hasil (outputs) yang spesifik atau jelas maka individu atau kelompok akan merencanaakn untuk meraih prestasi melaui usaha–usaha yang lebih kuat.
Terborg (dalam Muchnisky,1987) lebih mengemukakan sasaran yang lebih khusus dan jelas menjadikan usahanya individu lebih memfokuskan lanjut akan untuk mengejar sasaran tersebut serta tingkah lakunya akan lebih terarah.
Blum dan Naylor (1968) juga mengemukakan pendapat bahwa informasi-informasi tentang sifat-sifat pekerjaan dapat dipandang sebagai spesifikasi atau kekhususan dari informasi yang diterima, dan pengetahuan terhadap sifat-sifat tersebut bisa dianggap sebagai perluasan terhadap pengetahuan individu pada kinerjanya. Sehingga dapat memotivasi individu tersebut.
Locke dkk, (1981) mengadakan penelitian tentang meta-analisis sistem penetapan sasaran terhadap kinerja. Dari 110 penelitian yang dinilai ternyata 99 menunjukkan sasaran yang jelas dan spesifik. Adanya tingkat kesulitan atau tantangan dalam pelaksanaan kerja dalam mencapai target atau sasaran menghasilkan kinerja yang lebih baik daripada penetapan sasaran atau target yang tingkat kesulitannya tidak ada atau samar-samar atau tanpa target sama sekali.
Penelitian yang melihat peranan sasaran atau target yang jelas atau spesifik terhadap kinerja, hasilnya menunjukkan adanya hubungan yang positif (Locke dkk, 1984; Dosset dkk., 1979; Bandura, 1977).
Latham dkk, (dalam Steers dan Porter,1983) mengemukakan bahwa melibatksn karyawan dalam penetapan sasaran atau target yang spesifik dan jelas mempunyai dua keuntungan, akan menambah karyawan bahwa pekerjaan tersebut harus pengertian pertama diselesaikan, kedua menuntun pekerja pada penetapan tujuan yang tinggi daripada secara sepihak yang menentukan sendiri. Dengan kata lain lebih tinggi kinerjanya.
Secara garis besar beberapa pendapat dan penjelasan ahli-ahli menunjukkan di atas spesifikasi atau kejelasan sasaran mempengaruhi terlaksananya penetapan sasaran atau target, pelaksanaan mendapat sasaran yang tidak jelas akan membuat arah kerja tidak terpusat pada apa yang seharusnya perhatian utama tenaga kerjanya.
Berkenaan dengan pendapat ahli di atas, pustaka dilakukan Latham dan Yukl (1975); yang Locke(1980) menunjukkan secara konsisten bahwa sasaran atau tujuan yang jelas dan adanya tingkat tantangan yang menghasilkan kinerja yang lebih tinggi.
d. Umpan Balik (feedback)
Umpan balik kerja ini adalah informasi ini berasal dari dalam pengelolaan pekerjaan itu namun bisa orang informasi berasal dari itu lebih sendiri. Namun bisa informasi itu bisa berasal dari orang lain, bagaimana keadaan pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan, apakaah tergolong sukses, berhasil atau tidak berhasil. Sejalan dengan definisi diatas Davis dan Newstrom (1989) menyatakan bahwa umpan balik cenderung mendorong prestasi kerja menjadi lebih tinggi dan merupakan alat motivasi yang baik. Seorang atlet pelari harus mengetahui total waktu yang dibutuhkan untuk memenangkan suatu pertandingan. Seorang tenaga pemasan mengetahui target atau unit produk yang harus dijualnya dalam jangka waktu tertetntu dikatakan berhasil atau berprestasi. Oleh karena itu umpan balik pekerjaan dibutuhkan untuk memberi informasi dalam menerapkan taktik baru untuk meningkatkan hasil penjualan berikutnya.
Berkenaan dengan umpan balik pekerjaan ini dan Klein Campbell, (dalam Campbell dan menjelaskan bahwa balik itu penting umpan menggambarkan kemajuan pada pelaksanaan kerja, diperoleh informasi baru untuk menyiapkan tingkah laku apabila diperlukan. Luthans (1981) menekankan pada tenaga kerja yang mempunyai berprestasi tindak supaya menyusun taktik berdasarkan keakuratan informasi umpan balik diperoleh dari lingkungan kerja.
Yoder (1979)menjelaskan seharusnya lingkungan untuk kerja dilengkapi dengan umpan balik yang tepat menyesuaikan pelaksanaan tindakan berikutnya, guna untuk memperbaiki mutu kerja yang pada akhirnya menunjukan kemajuan yang berarti, sehingga dapat dibedakan antara kondisi kerja yang berjalan normal dengan kondisi kerja yang memperoleh kemajuan. Lebih lanjut dijelaskan fungsi Yoder Kinerja digambarkan sebagai seseorang artinya dari kinerja yang dicapailah tenaga kerja yang bersangkutan memperoleh umpan balik kemajuan juga kondisi tidak yang dicapainya. Studi Latham dan Yukl mengemukakan bahwa umpan balik merupakan yang penting untuk mempengaruhi kinerja, akan ada kemajuan tanpa ada penilaian atau balik clair pelaksanaan kerja.
Studi iyang dilakukan Locke dan Bryan (dalam Locke dkk.1981) meneliti pengaruh umpan balik dan setting terhadap kinerja. Penelitian untuk mengetahui apakah hanya dimaksudkan kinerja saja hanya umpan balikdan pengaruh goal setting terhadap kinerja. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah hanya umpan balik saja yang secar langsung mempengaruhi kinerja atau hanya karena pengaruh sistem penetapan sasaran itu. Ternyata hasil yang didapat menunjukan bahwa umpan balik berpengaruh terhadap kinerja akibat sistem penerapan pengukuran prestasinya berdasarkan pada sasaran atau target yang ditentukan.Dengan kata lain adanya pengaruh umpan balik yang diberikan terhadap kinerja diakibatkan sistem penilaiannya berdasarkan target yang dicapai.
Penerimaan umpan balik juga akan memberi pengaruh untuk beraksi pada suatu perbuatan yang bermakna, jadi dapat dikatakan antara kerja dengan hasil yang didapat saling mempengaruhi (Leavitt, 1973). Sejalan dengan pendapat di atas.Stoner (1989) menyatakan bahwa pemberian umpan balik mengenai prestasi kerja yang diperoleh tenaga kerja mengakibatkan hasil kerja yang lebih baik pada masa yang akan datang.
Beck dan Hillmar (1976) menjelaskan bahwa sistem umpan balik kerja yang efektif diperoleh apabila individu atau kelompok memperoleh penjelasan cara-cara pelaksanaan dan evaluasi kerja. Penjelasan ini berupa catatan penjualan, laporan-laporan pelaksanaan kerja, hasil survei luar (pasar), survei dalam (organisasi) dan data-data pendukung lainnya.
Penjelasan hasil penelitian dan pendapat para ahli tersebut memberi pengertian bahwa umpan balik dari pelaksanaan kerja berpengaruh terhadap manajemen penetapan sasaran itu sendiri (goal setting).
e. Partisipasi (participation)
Menurut Beach (1975) partisipasi adalah proses yang melibatkan tenaga kerja dalam aktivitas organisasi secara mental dan fisik. Lebih lanjut dikemukakannya bahwa partisipasi umumnya dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada tenaga kerja untuk mengemukakan sumbangan pikiran terhadap pemecahan masalah dan tindak lanjut pelaksanaan kerja. Gibson dkk. (1985) memberi pengertian partisipasi yaitu tenaga kerja yang terlibat dalam penentuan sasaran atau tujuan kerja serta pengembangan sasaran tersebut.Sedangkan eksperimen cumming dan Molly maupun Yukl (dalam Beach,1975) menunjukkan manajemen partisipasi di berbagai bidang pekerjaan menunjukkan pengaruh yang positif terhadap pencapaian sasaran kerja.
Sejalan dengan pendapat di atas Locke dan Latham (dalam Steers dan Porter,1983) meneliti peranan penetapan sasaran ( goal setting)kelompok pertama yaitu partisipasi di dalam sistem pada dua kelompok, adanya keikutsertaan tenaga kerja dalam menetapkan sasaran atau target, kelompok kedua penetapan sasaran atau target hanya dilakukan supervisor saja. Hasilnya menunjukkan program keikutsertaan tenaga kerja dalam menentukan sasaran kerja, hasilnya lebih positif dan lebih tinggi dibanding dengan penetapan sasaran yang hanya dilakukan supervisor saja. Begitu pula penelitian Mento dkk, (dalam Landy, 1989) menunjukkan adanya pengaruh partisipasi terhadap goal setting, artinya keikutsertaan tenaga kerja dalam menentukan jumlah sasaran atau target berpengaruh terhadap kinerja.
Back dan Hilmar (1976) menyatakan proses sistem goal setting menciptakan kondisi positif bila nilai-nilai yang dimiliki organisasi mendukung perkembangan tenaga kerja serta adanya kesempatan mengemukakan pemikiran-pemikiran untuk organisasi.
Pendapat dan hasil penelitian para ahli di atas memberi gambaran bahwa partisipasi berpengaruh terhadap proses pengelolaan penetapan sasaran (goal setting)dan dengan demikian akan berpengaruh terhadap kinerja.
f. Tantangan (challenge)
Adanya tingkat tantangan dalam mencapai sasaran atau target yang ditetapkan akan membuat tenaga kerja bekerja lebih keras dan bersungguh-sungguh daripada tidak ada tangangan sama sekali. Pencapaian sasaran atau tujuan yang menantang menciptakan usaha-usaha pemecahan danakan menimbulkan dorongan berbuat yang lebih baik lagi, namun sasaran harus masih dalam jangkauan berkenaan dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki tenaga kerja.
Studi ahli yang menguji hubungan besarnya peranan sasaran yang mempunyai tantangan terhadap kinerja antara lain penelitian yang dilakukan Basset; Patton (dalam Locke, 1980). menemukan bukti yang positif bahwa sasaran atau tujuan yang mempunyai tantangan dalam pekerjaan menghasilkan kinerja yang lebih baik daripada sasaran yang tidak mempunyai tantangan.
Locke dkk. (1981) menjelaskan sasaran atau target itu adalah sesuatu yang akan dicapai individu serta merupakan objek dari aksi atau perbuatan. Dalam tindakan dua aksi yang terjadi proses mental yang melibatkan dua faktor utama yaitu faktor isi (content) dan intensitas (intencity). Dalam faktor isi ada dua sub faktor yaitu spesifikasi dan tingkat kesulitan. Spesifikasi berarti tingkat keseksamaan dalam mencapai sasarn atau tujuan yang dimaksud. Riset lapangan dan laboratorium dari Locke (1980) juga membuktikan bahwa unsur yang spesifik dan tingkat tantangan yang dimiliki target atau sasaran hasilnya menunjukan pencapaian kinerja yang lebih tinggi.
Penelitian Hampton (1981); Dubren (1982) menunjukan hasil yang sama dengan penelitian Locke (1980), bahwa sasaran atau target yang lebih menantang untuk dilaksanakan akan menetukan hasil kerja yang lebih tinggi, dan sasaran atau target yang lebih menantang untuk dilaksanakan akan menunjukan hasil kerja yang lebih tinggi, dan sasaran yang lebih mudah dicapai atau dilakukan tidak menimbulkan usaha yang lebih gigih untukk memenuhi kebutuhan tercapainya kinerja yang lebih baik.
Penelitian Locke dkk (1981); Latham dan Saari (1979) menemukan bahwa individu dengan rancangan sasaran yang lebih sulit akan menampilkan kerja yang lebih baik dibanding dengan individu dengan sasaran yang relatif mudah. Pendapat ini sejalan dengan penjelasan Latham dkk (dalam Steers dan Porter, 1983) bahwa sasaran atau tujuan yang spesifik dan mempunyai tantangan menunjukkan hasil kerja yang lebih efektif.
Dari gambaran di atas dapat diartikan bahwa adanya tingkat tantangan (sasaran tidak terlalu mudah) dalam pelaksanaan pencapaian sasaran atau target akan berpengaruh terhadap efektifitas sistem penetapan sasaran. Sebab dengan usaha yang sungguh-sungguh dalam pekerjaan secara nyata akan menaikkan kinerja. Secara jelas diketahui bahwa adanya tingkat tantangan yang dimiliki sistem tersebut akan berpengaruh pada prestasi atau hasil penetapan sasaran atau target tersebut.
In this era globalization and competion on how the person can do the best of work for achievement his purposed. The best his work, he can gain the best of his life. BIBLE SAYS FAITH AND WORKS NEEDED FOR SALVATION. Do your better work in your life and working together with others to achvieve the common goal. How you should be steadfast to your job? How is the purpose of your Job? You should survived to your job surrounding you, but never forgive up. Work and work hard. Good Luck.

Wednesday, September 10, 2008

Strategi dalam Menghadapi Tantangan Bisnis di Jaman Era Globalisasi (The Strategic Challange in Business For The Era Gobalization)

Dalam era globalisasi merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam strategi bisnis Corporate dan pengaruh situasi Internal dan eksternal pada perkembangan suatu negara. Bagaimana memecahkan suatu permasalahan yang tidak habis-habisnya dalam masa ini. Untuk mengatasi masalah dalam era yang selalu diwarnai peningkatan harga sumber daya mineral maupun hasil produksi baik dibidang pertanian, perikanan dan sebagainya, maka banyak perusahaan yang mengingikan untuk meningkatkan produktivitas operasional dan menurunkan biaya operasional. Tepatnya bagaimana mempersiapkan mental dan tenaga untuk lebih berfikir secara strategis. Dengan melihat kesempatan menempatkan posisi angkatan kerja ke tingkat optimal dan menyelaraskan hubungan antara hal yang imperatif (alur kerja bisnis) dan permintaan SDM, hal ini perlu diperhatikan guna mencari bibit unggul yang lebih kompeten dan tidak terkontaminasi oleh golongan tertentu.
Kita harus menyadari apa yang bisa diperbuat seseorang untuk bangsa ini dan jangan pernah bertanya apa yang bangsa perbuat untuk dirinya. Cermin dari diri dan pribadi seseorang merupakan suatu landasan kepribadian untuk membangun karakter diri.
Menurut Ohmae dalam The End of Nation State menyatakan bahwa peran negara akan berkurang drastis bahkan hilang di era ekonomi global yang tidak mempunyai batas-batas wilayah. Ohmae memperkirakan hilangnya peran negara lantaran timbulnya arus sirkulasi yang disebut 4 I s, yaitu terdiri dari Investment, Industry, Information Technology dan Individual Consumer. Dalam dunia bisnis yang pekat dengan panggung politik ini menggiring memang menggiring orang kearah yang pesimistik. Agar kita tidak terjebak dalam pesimisme yang berkepanjangan, kita mesti sedikit berpandangan jauh ke depan. Pandangan dari setiap sudut pandang untuk lebih instrospeksi diri dalam hal membangun sesuatu demi keberhasilan.
Mungkin banyak orang diantara kita, yang sering memperbincangkan “era globalisasi” seakan-akan kawasan-kawasan luas di dunia ini identik semuanya. Hal yang lebih parah lagi, ada diantara kita yang begitu yakin “berkiblat” untuk menyerupai negara maju tertentu, sehingga mereka ini menganggap bahwa jaringan informasi akan memungkinkan mereka untuk “berpikir secara global” dalam melakukan segala kegiatan. Cobalah untuk berfikir secara strategis didalam memecahkan segala hal, jangan hanya mementingkan kepentingan sepihak atau golongan dalam bertindak. Pengaruh jaman global ini nantinya dapat memberikan dampak bagi generasi berikutnya apabila tidak benar-benar diperhatikan. Dengan adanya transformasi dan reformasi sebagai alat bantu strategi untuk meningkatkan kualitas dalam strategi bisnis baik dari segi SDM, Produksi dan lain sebagainya.

Monday, September 8, 2008

Bermula dari Mimpi " How I will Start My Dream to Become Succes In Entrpreneurships

Dalam berwirausaha bermula dari mimpi dan mendambakan sesuatu yang pasti. Mimpi inilah yang menjadi kenyataan untuk usaha. Tentunya dengan keyakinan dan kerja keras “Ora Et Labora”. Kita kita berusaha untuk memulai usaha tanamkan pada diri kita bahwa kita ingin maju dan sukses, dan jangan pernah berkata saya tidak mampu. Mampukan diri anda berkata Ya Saya Mampu. Dalam hiduop ini mencoba untuk berusaha dan berdoa dalam setiap usaha didalam kehidupan sehari-hari. Yakinlah anda akan menjadi pengusaha dan pelaku usaha yang sukses. Dan selalu menanyakan dalam dalam hati My Dreams Become True. Dalam hal ini ada beberapa tips menurut para pakar “How Your Dream to Become True”:
1. START WITH A DREAM
Mulailah dengan sebuah mimpi. Semua bermula dari sebuah mimpi dan yakinkan akan produk yang akan kita tawarkan. A dream is where it all started : Pemimpilah yang selalu menciptakan dan membuat sebuah
terobosan dalam produk, cara pelayanan, jasa, ataupun ide yang dapatdijual dengan sukses. Mereka tidak mengenal batas dan keterikatan, tak mengenal kata “tidak bisa” ataupun “tidak mungkin”.
2. LOVE THE PRODUCTS OR SERVICES
Cintailah Produk Anda. Kecintaan akan produk kita akan memberikan sebuah keyakinan pada pelanggan kita dan membuat kerja keras terasa ringan. Membuat kita mampu melewati masa-masa sulit. Enthusiastism and
Persistence : Antusiasme dan keuletan sebagai pertanda cinta dan keyakinan akan menjadi tulang punggung keberhasilan sebuah usaha yang baru.
3. LEARN THE BASICS OF BUSINESS
Pelajarilah fundamental business. BEYOND THE “BUY LOW, SELL HIGH,PAY LATE, COLLECT EARLY”: Tidak akan ada sukses tanpa ada sebuahpengetahuan dasar untuk business yang baik, belajar sambil bekerja, turut
kerja dahulu selama 1-2 tahun untuk dapat mempelajari dasar-dasar usaha akan membantu kita untuk maju dengan lebih baik. Carilah Guru yang baik.
4. WILLING TO TAKE CALCULATED RISKS
Ambillah resiko. The Gaint that u will be able to achieve is directlyproportional to the risk taken : Berani mengambil resiko yang diperhitungkanmerupakan kunci awal dalam dunia usaha, karena hasil yang akan dicapai akan proporsional terhadap resiko yang akan diambil. Sebuah resiko yang diperhitungkan dengan baik-baik akan lebih banyak memberikan kemungkinan berhasil. Dan inilah faktor penentu yang membedakan
“entrepreneur” dengan “manager”. Entrepreneur akan lebih dibutuhkan pada tahap awal pengembangan perusahaan, dan manager dibutuhkan akan mengatur perusahaan yang telah maju.
5. SEEK ADVICE, BUT FOLLOW YOUR BELIEF
Carilah nasehat dari pakarnya, tapi ikuti kata-kata kita. Consult Consultants, ask the experts, but follow your hearts. Entrepreneur selalu mencari nasehat dari berbagai pihak tapi keputusan akhir selalu ada ditangannya dan dapat diputuskan dengan indera ke enam-nya. Komunikasi yang baik dan kepiawaian menjual. Pada fase awal sebuah usaha, kepiawaian menjual merupakan kunci suksesnya. Dan kemampuan untuk memahami dan
menguasai hubungan dengan pelanggan akan membantu mengembangkan usaha pada fase itu.
6. WORK HARD, 7 DAY A WEEK, 18 HOURS A DAY
Kerja keras. Etos kerja keras sering dianggap sebagai mimpi kuno dan seharusnya diganti, tapi hard-work and smart-work tidaklah dapat dipisahkan lagi sekarang. Hampir semua successful start-up butuh workaholics. Entrepreneur sejati tidak pernah lepas dari kerjanya, pada saat tidurpun otaknya bekerja dan berpikir akan bussinessnya. Melamunkan dan memimpikan kerjanya.
7. MAKE FRIENDS AS MUCH AS POSSIBLE
Bertemanlah sebanyak banyaknya. Pada harga dan kwalitas yang sama orang membeli dari temannya, pada harga yang sedikit mahal, orang akan tetap membeli dari teman. Teman akan membantu mengembangkan usaha kita, memberi nasehat, membantu menolong pada masa sulit.
8. DEAL WITH FAILURES
Hadapi kegagalan. Kegagalan merupakan sebuah vitamin untuk menguatkan dan mempertajam intuisi dan kemampuan kita berwirausaha, selama kegagalan itu tidak “mematikan”. Setiap usaha selalu akan
mempunyai resiko kegagalan dan bila mana itu sampai terjadi, bersiaplah dan hadapilah !
9. JUST DO IT, NOW!
Lakukanlah sekarang juga. Bila anda telah siap, lakukanlah sekarang juga. Manager selalu melakukan READY-AIM-SHOOT, tetapi entrepreneur sejati akan melakukan READY-SHOOT-AIM ! Putuskan dan kerjakan sekarang, karena besok bukanlah milik kita.
Salam Sukses Selalu.