Tuesday, April 19, 2016

Pengembangan Sagu Indonesia dalam Peningkatan Ketahanan Pangan





Indonesia memiliki areal sagu alam sebesar 96%, dan Papua menyumbang 53% dari total luas lahan sagu dunia yang mencapai 2.250,000 ha. Potensi sagu di Indonesia dari sisi luasnya sangat besar. Data yang ada menunjukkan bahwa areal sagu Indonesia menurut Prof. Flach mencapai 1,2 juta ha dengan produksi berkisar 8,4-13,6 juta ton per tahun. Adapun luas areal tanaman sagu di dunia sekitar 2 juta hektar, dan sekitar 60% areal sagu dunia terdapat di Indonesia. Taksiran luas lahan sagu di Indonesia sangat bervariasi dari waktu ke waktu. Lahan sagu di Indonesia seluas 1.398.000 ha dengan penyebaran tanaman sagu terutama di daerah Papua, Papua Barat, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Jambi,  Sumatera Barat (Mentawai), dan  Riau. 
Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau merupakan salah satu daerah penghasil pati sagu terbesar di Indonesia. Lahan tanaman sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti seluas 45.000 ha, dan sekitar 20.000 ha telah dikelola secara semi budidaya. Jumlah kilang sagu di Kabupaten ini sebanyak 63 buah.
Sebagai contoh khususnya di Kabupaten Kepulauan Meranti telah banyak dilakukan oleh para ahli. Melanjutkan penelitian yang telah ada, penelitian ini diarahkan untuk pelepasan varietas sagu unggul lokal dan sebagai sumber benih sagu unggul untuk pengembangan tanaman sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti. Berdasarkan hasil observasi tanaman sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau pada umumnya, dikenal terdapat tiga jenis sagu, yaitu sagu Duri Rotan (Metroxylon microcanthum Mart), sagu Sangka dan sagu Bemban. Jenis sagu Duri adalah yang paling luas penyebarannya dan dikembangkan serta diolah masyarakat pengrajin sagu (Balitpalma, 2013).Tanaman Sagu termasuk tanaman potensial penghasil pati dan diolah sebagai penghasil tepung sagu (Whistler dan BeMiller 1997). Pengolahan sagu menjadi tepung sagu di Kecamatan Tebing Tinggi Barat Kabupaten Kepulauan Meranti dapat mencapai 450.000 ton/tahun (Riau Pos 2012).Kadar ketahanan terhadap hama dan penyakit Sagu Selatpanjang Meranti cukup tahan oleh serangan hama babi hutan dan kera. Serangan hama Rhynchoporus dan Oryctes rhinoceros per individu pohon, dan karat daun tidak nyata berefek pada pertumbuhan, perkembangan dan produksi pati sagu. Benih Sagu Selatpanjang Meranti dapat diperoleh melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti.
Apabila ditinjau dari kandungan gizinya, sagu tergolong berkadar protein rendah, namun daya terima sagu sebagai bahan substitusi pada beberapa produk makanan olahan (snack, noodles, gel dan lain-lain) cukup baik.  Mengidentifikasikan bahwa potensi sagu dapat ditingkatkan melalui teknologi pengolahan makanan. Sagu mengandung pati resisten (Resistant Starch, RS) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan, antara lain : a) kesehatan saluran pencernaan (memperbaiki  kesehatan  kolon  dengan  cara mendorong perkembangan sel-sel sehat yang kuat); b) manfaat prebiotik (menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas bakteri menguntungkan (seperti bifidobacteria),  serta menurunkan konsentrasi bakteri patogen (misal Escherichiacoli dan Clostridia); c) Pengelolaan energi dan respon glisemik (dapat menurunkan ketersediaan karbohidrat tercerna, tingkat respon glisemik rendah) sehingga pemanfaatan pati resisten dapat diarahkan pada pengembangan pangan untuk penderita  diabetes maupun untuk mereka yang melakukan diet. Selain itu, pati resisten memiliki nilai kalori rendah, yaitu 1,9 Kkal/g, sehingga dapat dijadikan sebagai ingredien untuk pangan rendah kalori.
Pemanfaatan sagu dengan berbagai produk olahannya merupakan peluang bagi Indonesia untuk pengembangan diversifikasi pangan sebagai alternative pangan selain padi, jagung, gandum dan sebagainya. Apabila pengembangannya secara konsisten dan fokus dalam usaha agribisnis sagu ini dapat memberikan dampak yang berarti bagi pekebunan sagu dan masyarakat yang mengembangkannya dan memberikan dampak bagi peningkatan perekonomian. (Data dari Berbagai sumber terkait, bahan media, Litbang, data diolah F, Hero K. Purba)


Friday, April 15, 2016

Potensi olahan Buah Nusantara Dalam Tantangan dan Peluang



Potensi pengembangan produk berbahan dasar buah merupakan suatu hal yang eksklusivitas produk mengundang potensi untuk digali dan dikembangkan. Berbagai ragam jenis dan varietas unggul buahbuahan asli Indonesia yang memiliki prospek cerah untuk diolah dan dikembangkan menjadi komoditas yang berdaya saing tinggi dan menjadi primadona ekspor komoditas pertanian. upaya untuk meningkatkan nilai tambah buahbuahan asli Indonesia adalah pengolahan buah-buahan segar menjadi aneka keripik buah yang alami dan bernutrisi tinggi menggunakan mesin vacuum frying.
Proses pengolahan buah – buahan  segar menjadi kripik buah sangat sederhana, karena pada dasarrya hanya merupakan proses penguapan air dan bagian buah yang dapat dimakan. Namun demikian setiap menjaga agar rasa dan aroma khas buah tidak berubah dan kripik menjadi renyah maka proses penguapan air harus di lakukan dengan cara menggoreng buah menggunakan penggorengan bertekanan rendah / vakum / hampa. Dalam hal teknologi pengolahan sekarang ini proses pengeringan buah harus benar secara hiegines. Juga perlu diperhatikan dari hal ijin kesehatan untuk mengkonsumsi kripik-kripik buah-buahan segar.
Produksi buah-buahan tropis di cenderung meningkat baik dari kuantitas maupun kualitasnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi 4:meningkatnya tingkat pendapatan per kapita penduduk dunia; meningkatnya jumlah penduduk dunia, dan meningkatnya penguasaan teknologi pengolahan buah. Dimasa yang akan datang juga akan terjadi perubahan permintaan berbagai produk buah, diantaranya seperti : 1. Permintaan buah-buahan tropis organik (green product, Eco production), hal ini disebabkan meningkatnya kesadaran akan keamanan pangan dan kelestarian lingkungan. Hal ini merupakan peluang untuk Indonesia, karena sebagian besar masih diproduksi secara tradisional tanpa atau minimal penggunaan pupuk anorganik dan bahan kimia lainnya. 2 Permintaan buah-buahan yang diproses minimal (minimally processed) yang masih mempunyai cita rasa asli buah tropis. 3. Permintaan produk baru dari buah-buahan sebagai obat, minuman kesehatan dan bahan kosmetik. Adapun hal yang menjadi kendala yaitu pasokan bahan baku tidak kontinyu karena produksi buah-buahan bersifat musiman, konsistensi mutu dan ukuran serta tingkat kematangan buah tidak merata disebabkan masih terbatasnya investasi budidaya perkebunan buah skala komersial. Untuk itu perlu penanganan secara khusus dalam membudidayakan buah dalam skala besar untuk dapat memasok kebutuhan secara berkelanjutan dalam potensi pemasarannya. (Sumber: Data terkait, Litbang, data diolah F. Hero K. Purba)